Visualisasi sosok Nabi Muhammad SAW dikhawatirkan akan menimbulkan kontraproduktif dengan apa yang diajarkannya, yaitu pengesaan Allah. ‘Karena dia mempunyai kekhususan, kalau digambarkan, pasti tidak akan bisa menggambarkan keadaan yang sesungguhnya. Itu prinsip yang disepakati umat Islam di seluruh dunia,” ujar KH Ma’ruf Amin, ketua Komisi Fatwa, Majelis Ulama Indonesia, kepada Republika, Selasa (7/2). Menurut Ma’ruf, memang Muhammad SAW adalah manusia, tapi bukan manusia biasa. Bila digambarkan, akan mengurangi keutuhan yang digambarkan dalam Islam. ”Ada sisi-sisi lain yang mungkin tidak bisa digambarkan,” ujarnya.

Ia juga melihat dari sisi akibat. Penggambaran sosok Nabi SAW bisa mengarah pada penghinaan atau bahkan pengkultusan yang berlebihan. Kemudian orang bisa menyembah gambar. ”Itu bagian yang juga menjadi hal yang tidak bisa seperti Nabi yang lain digambarkan atau dibuat patung,” tambahnya. Selain tidak boleh digambarkan, katanya, juga tidak boleh ada pemujaan. Hanya Allah yang layak dituhankan, bukan penyampai wahyu-Nya.

Ia mengaku, secara nash memang tidak ada ayat Alquran yang secara spesifik mengatur hal ini. ”Tapi ada isyarat-isyarat yang mengarah kepada tidak boleh adanya visualisasi dan penggambaran,” ujarnya. Misalnya, dalam surat Al Hujurat ayat 2 yang artinya, ”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebahagian kemu terhadap sebahagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari.”

”Jelas sekali dalam ayat tersebut dilarang kita memanggil Nabi seperti kita memanggil teman yang lain, memperlakukan Nabi seperti kita memperlakukan teman yang lain, termasuk memvisualisasikan Nabi seperti manusia biasa. Itu yang saya maksud jangan menggambarkan nabi seperti kita.”

”Karena dikhawatirkan akan memunculkan pengultusan dan pemujaan terhadap Nabi Muhammad SAW. Selain itu, visualisasi figur Rasulullah SAW, dikhawatirkan tidak akan mempu menggambarkan pribadi dan figur Rasulullah SAW yang sesungguhnya,” kata ahli tafsir Indonesia, Prof Dr HM Quraish Shihab.

Menurut dia, visualisasi figur Rasulullah SAW tidak menutup kemungkinan adanya pelecehan. ”Itu dasarnya. Karena bayangkan kalau digambar bisa jadi gambarnya lantas tersebar, mudah diinjak-injak orang. Bisa jadi gambar itu tidak seuai benar dengan apa yang sebenarnya. Karena itu, bisa jadi kalau difilmkan orang yang memerankan figur Nabi dalam film kemudian melakukan hal-hal yang tidak sesuai perilaku Rasulullah SAW. Maka untuk menghindari itu semuanya, lantas dilarang gambar itu,” tegasnya, Selasa (7/2).

Menurut Quraish, untuk memvisualisasikan gambar Nabi Muhammad SAW dalam kondisi yang baik saja dilarang, apalagi yang terjadi di media massa di Denmark dan sejumlah negara di Eropa itu justru untuk melecehkan Rasul. Ketika ditanya kenapa dalam agama Nasrani ada gambar Nabi Isa kenapa dalam Islam tidak boleh ada gambar Nabi Muhammad SAW, menurut Quraish sebenarnya dalam Islam gambar Nabi Isa pun dilarang. ”Karena kemungkinan unsur pelecehannya ada. Bukan hanya Nabi Isa tapi semua nabi-nabi tidak boleh digambar.”

Quraish menjelaskan, gambaran Rasulullah SAW sebetulnya ada dalam hadis. Dirawikan oleh banyak sahabatnya, antara lain wajahnya bulat, rambutnya hitam sampai diujung telinga, alisnya tebal, diantara alisnya ada urat yang nampak, kalau marah matanya bulat sangat hitam, hidungnya mancung, giginya rapih. Kendati begitu, visualisasi Muhammad SAW, sesuai ijtihad ulama, tetap dilarang. ”Dasar pelarangan itu adalah sadduzzaro’i, menutup kemungkinan lahirnya sesuatu yang buruk,” tambahnya.

Hal yang sama diamini ahli tafsir lain, Dr Suhairi Ilyas. Menurut Suhairi yang mendalami ilmu tafsir di Islamic University Madinah, Arab Saudi dan Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM), para ulama sepakat mengatakan Nabi Muhammad SAW adalah orang yang agung dan sempurna. ”Karena tidak mungkin memberikan gambar yang sempurna terhadap orang yang agung dan sempurna seperti Rasulullah SAW. Jadi, pelarangan ini semata-mata supaya tidak ada pengultusan yang akan membawa kepada kemusyrikan.”

Pandangan senada dijelaskan Direktur Program Psca sarjana Universitas Ibnu Khaldun, Bogor, Dr KH Didin Hafidhuddin MSc. Ia menegaskan, ”Secara umum tidak boleh melakukan visualisasi untuk Nabi. Khawatir nanti disembah orang dan ini sangat membahayakan,” jelasnya. Menurut dia, bukan tidak mungkin bila gambar Rasulullah SAW dimunculkan, nantinya akan terjadi pengultusan dan pemujaan. ”Artinya akan menjadi kontraproduktif dengan apa yang diajarkan Rasulullah SAW sendiri,” jelasnya.

Rasulullah SAW mengajarkan bahwa penyembahan itu adalah kepada Allah SWT, bukan kepada manusia. Bahkan Rasul pun menyatakan di dalam Alquran surat Al-Kahfi, Qul innama ana basyarummislukum yuuha ilayya innama ilahukum ilaahuwwahid (Katakanlah aku ini adalah manusia dan seperti kalian, bedanya aku mendapatkan wahyu). ”Jadi, inilah yang dijaga oleh Rasul dan ajaran Islam. Jangan sampai gambar-gambar itu menjadi sesuatu yang diagung-agungkan,” jelas Didin.