Category: Kisah Hikmah


Pada zaman Nabi Muhammad SAW, ada seorang pemuda bermata biru, rambutnya merah, pundaknya lapang panjang, berpenampilan cukup tampan, kulitnya kemerah-merahan, dagunya menempel di dada selalu melihat pada tempat sujudnya, tangan kanannya menumpang pada tangan kirinya, ahli membaca Al Qur’an dan matanya mudah meneteskan airmata, pakaiannya hanya dua helai sudah kusut yang satu untuk penutup badan dan yang satunya untuk selendangan, tiada orang yang menghiraukan, tak dikenal oleh penduduk bumi akan tetapi sangat terkenal di langit.

Dia, jika bersumpah demi Allah pasti terkabul. Pada hari kiamat nanti ketika semua ahli ibadah dipanggil disuruh masuk surga, dia justru dipanggil agar berhenti dahulu dan disuruh memberi syafa’at, ternyata Allah memberi izin dia untuk memberi syafa’at sejumlah qobilah Robi’ah dan qobilah Mudhor, semua dimasukkan surga tak ada yang ketinggalan karenanya. Dia adalah “Uwais al-Qarni”. Ia tak dikenal banyak orang dan juga miskin, banyak orang suka menertawakan, mengolok-olok, dan menuduhnya sebagai tukang membujuk, tukang mencuri serta berbagai macam umpatan dan penghinaan lainnya.

Pernah seorang fuqoha’ negeri Kuffah, karena ingin duduk dengannya, memberinya hadiah dua helai pakaian, tapi tak berhasil dengan baik, karena hadiah pakaian tadi diterima lalu dikembalikan lagi olehnya seraya berkata : “Aku khawatir, nanti sebagian orang menuduh aku, dari mana kamu dapatkan pakaian itu, kalau tidak dari membujuk pasti dari mencuri”.

Pemuda dari Yaman ini telah lama menjadi yatim, tak punya sanak famili kecuali hanya ibunya yang telah tua renta dan lumpuh. Hanya penglihatan kabur yang masih tersisa. Untuk mencukupi kehidupannya sehari-hari, Uwais bekerja sebagai penggembala kambing. Upah yang diterimanya hanya cukup untuk sekedar menopang kesehariannya bersama Sang ibu, bila ada kelebihan, ia pergunakan untuk membantu tetangganya yang hidup miskin dan serba kekurangan seperti keadaannya. Kesibukannya sebagai penggembala domba dan merawat ibunya yang lumpuh dan buta, tidak mempengaruhi kegigihan ibadahnya, ia tetap melakukan puasa di siang hari dan bermunajat di malam harinya.

Uwais al-Qarni telah memeluk Islam pada masa negeri Yaman mendengar seruan Nabi Muhammad SAW. yang telah mengetuk pintu hati mereka untuk menyembah Allah, Tuhan Yang Maha Esa, yang tak ada sekutu bagi-Nya. Islam mendidik setiap pemeluknya agar berakhlak luhur. Peraturan-peraturan yang terdapat di dalamnya sangat menarik hati Uwais, sehingga setelah seruan Islam datang di negeri Yaman, ia segera memeluknya, karena selama ini hati Uwais selalu merindukan datangnya kebenaran. Banyak tetangganya yang telah memeluk Islam, pergi ke Madinah untuk mendengarkan ajaran Nabi Muhammad SAW secara langsung. Sekembalinya di Yaman, mereka memperbarui rumah tangga mereka dengan cara kehidupan Islam.

Alangkah sedihnya hati Uwais setiap melihat tetangganya yang baru datang dari Madinah. Mereka itu telah “bertamu dan bertemu” dengan kekasih Allah penghulu para Nabi, sedang ia sendiri belum. Kecintaannya kepada Rasulullah menumbuhkan kerinduan yang kuat untuk bertemu dengan sang kekasih, tapi apalah daya ia tak punya bekal yang cukup untuk ke Madinah, dan yang lebih ia beratkan adalah sang ibu yang jika ia pergi, tak ada yang merawatnya.

Di ceritakan ketika terjadi perang Uhud Rasulullah SAW mendapat cedera dan giginya patah karena dilempari batu oleh musuh-musuhnya. Kabar ini akhirnya terdengar oleh Uwais. Ia segera memukul giginya dengan batu hingga patah. Hal tersebut dilakukan sebagai bukti kecintaannya kepada beliau SAW, sekalipun ia belum pernah melihatnya. Hari berganti dan musim berlalu, dan kerinduan yang tak terbendung membuat hasrat untuk bertemu tak dapat dipendam lagi. Uwais merenungkan diri dan bertanya dalam hati, kapankah ia dapat menziarahi Nabinya dan memandang wajah beliau dari dekat ? Tapi, bukankah ia mempunyai ibu yang sangat membutuhkan perawatannya dan tak tega ditingalkan sendiri, hatinya selalu gelisah siang dan malam menahan kerinduan untuk berjumpa. Akhirnya, pada suatu hari Uwais mendekati ibunya, mengeluarkan isi hatinya dan memohon izin kepada ibunya agar diperkenankan pergi menziarahi Nabi SAW di Madinah. Sang ibu, walaupun telah uzur, merasa terharu ketika mendengar permohonan anaknya. Beliau memaklumi perasaan Uwais, dan berkata : “Pergilah wahai anakku ! temuilah Nabi di rumahnya. Dan bila telah berjumpa, segeralah engkau kembali pulang”. Dengan rasa gembira ia berkemas untuk berangkat dan tak lupa menyiapkan keperluan ibunya yang akan ditinggalkan serta berpesan kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya selama ia pergi.

Sesudah berpamitan sambil menciumi sang ibu, berangkatlah Uwais menuju Madinah yang berjarak kurang lebih empat ratus kilometer dari Yaman. Medan yang begitu ganas dilaluinya, tak peduli penyamun gurun pasir, bukit yang curam, gurun pasir yang luas yang dapat menyesatkan dan begitu panas di siang hari, serta begitu dingin di malam hari, semuanya dilalui demi bertemu dan dapat memandang sepuas-puasnya paras baginda Nabi SAW yang selama ini dirindukannya. Tibalah Uwais al-Qarni di kota Madinah. Segera ia menuju ke rumah Nabi SAW, diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam. Keluarlah sayyidatina ‘Aisyah r.a., sambil menjawab salam Uwais. Segera saja Uwais menanyakan Nabi yang ingin dijumpainya. Namun ternyata beliau SAW tidak berada di rumah melainkan berada di medan perang. Betapa kecewa hati sang perindu, dari jauh ingin berjumpa tetapi yang dirindukannya tak berada di rumah. Dalam hatinya bergolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi SAW dari medan perang. Tapi, kapankah beliau pulang ? Sedangkan masih terngiang di telinga pesan ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan itu, agar ia cepat pulang ke Yaman,” Engkau harus lekas pulang”. Karena ketaatan kepada ibunya, pesan ibunya tersebut telah mengalahkan suara hati dan kemauannya untuk menunggu dan berjumpa dengan Nabi SAW. Ia akhirnya dengan terpaksa mohon pamit kepada sayyidatina ‘Aisyah r.a. untuk segera pulang ke negerinya. Dia hanya menitipkan salamnya untuk Nabi SAW dan melangkah pulang dengan perasaan haru.

Sepulangnya dari perang, Nabi SAW langsung menanyakan tentang kedatangan orang yang mencarinya. Nabi Muhammad SAW menjelaskan bahwa Uwais al-Qarni adalah anak yang taat kepada ibunya. Ia adalah penghuni langit (sangat terkenal di langit). Mendengar perkataan baginda Rosulullah SAW, sayyidatina ‘Aisyah r.a. dan para sahabatnya tertegun. Menurut informasi sayyidatina ‘Aisyah r.a., memang benar ada yang mencari Nabi SAW dan segera pulang kembali ke Yaman, karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama. Rosulullah SAW bersabda : “Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia (Uwais al-Qarni), perhatikanlah, ia mempunyai tanda putih di tengah-tengah telapak tangannya.” Sesudah itu beliau SAW, memandang kepada sayyidina Ali k.w. dan sayyidina Umar r.a. dan bersabda : “Suatu ketika, apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah do’a dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit dan bukan penghuni bumi”.

Tahun terus berjalan, dan tak lama kemudian Nabi SAW wafat, hingga kekhalifahan sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq r.a. telah di estafetkan Khalifah Umar r.a. Suatu ketika, khalifah Umar teringat akan sabda Nabi SAW. tentang Uwais al-Qarni, sang penghuni langit. Beliau segera mengingatkan kepada sayyidina Ali k.w. untuk mencarinya bersama. Sejak itu, setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, beliau berdua selalu menanyakan tentang Uwais al-Qorni, apakah ia turut bersama mereka. Diantara kafilah-kafilah itu ada yang merasa heran, apakah sebenarnya yang terjadi sampai-sampai ia dicari oleh beliau berdua. Rombongan kafilah dari Yaman menuju Syam silih berganti, membawa barang dagangan mereka.

Suatu ketika, Uwais al-Qorni turut bersama rombongan kafilah menuju kota Madinah. Melihat ada rombongan kafilah yang datang dari Yaman, segera khalifah Umar r.a. dan sayyidina Ali k.w. mendatangi mereka dan menanyakan apakah Uwais turut bersama mereka. Rombongan itu mengatakan bahwa ia ada bersama mereka dan sedang menjaga unta-unta mereka di perbatasan kota. Mendengar jawaban itu, beliau berdua bergegas pergi menemui Uwais al-Qorni. Sesampainya di kemah tempat Uwais berada, Khalifah Umar r.a. dan sayyidina Ali k.w. memberi salam. Namun rupanya Uwais sedang melaksanakan sholat. Setelah mengakhiri shalatnya, Uwais menjawab salam kedua tamu agung tersebut sambil bersalaman. Sewaktu berjabatan, Khalifah Umar segera membalikkan tangan Uwais, untuk membuktikan kebenaran tanda putih yang berada ditelapak tangan Uwais, sebagaimana pernah disabdakan oleh baginda Nabi SAW. Memang benar ! Dia penghuni langit. Dan ditanya Uwais oleh kedua tamu tersebut, siapakah nama saudara ? “Abdullah”, jawab Uwais. Mendengar jawaban itu, kedua sahabatpun tertawa dan mengatakan : “Kami juga Abdullah, yakni hamba Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya ?” Uwais kemudian berkata: “Nama saya Uwais al-Qorni”. Dalam pembicaraan mereka, diketahuilah bahwa ibu Uwais telah meninggal dunia. Itulah sebabnya, ia baru dapat turut bersama rombongan kafilah dagang saat itu. Akhirnya, Khalifah Umar dan Ali k.w. memohon agar Uwais berkenan mendo’akan untuk mereka. Uwais enggan dan dia berkata kepada khalifah: “Sayalah yang harus meminta do’a kepada kalian”. Mendengar perkataan Uwais, Khalifah berkata: “Kami datang ke sini untuk mohon do’a dan istighfar dari anda”. Karena desakan kedua sahabat ini, Uwais al-Qorni akhirnya mengangkat kedua tangannya, berdo’a dan membacakan istighfar. Setelah itu Khalifah Umar r.a. berjanji untuk menyumbangkan uang negara dari Baitul Mal kepada Uwais, untuk jaminan hidupnya. Segera saja Uwais menolak dengan halus dengan berkata : “Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang lagi”.

Beberapa waktu kemudian, tersiar kabar kalau Uwais al-Qorni telah pulang ke rahmatullah. Anehnya, pada saat dia akan dimandikan tiba-tiba sudah banyak orang yang berebutan untuk memandikannya. Dan ketika dibawa ke tempat pembaringan untuk dikafani, di sana sudah ada orang-orang yang menunggu untuk mengkafaninya. Demikian pula ketika orang pergi hendak menggali kuburnya. Di sana ternyata sudah ada orang-orang yang menggali kuburnya hingga selesai. Ketika usungan dibawa menuju ke pekuburan, luar biasa banyaknya orang yang berebutan untuk mengusungnya. Dan Syeikh Abdullah bin Salamah menjelaskan, “ketika aku ikut mengurusi jenazahnya hingga aku pulang dari mengantarkan jenazahnya, lalu aku bermaksud untuk kembali ke tempat penguburannya guna memberi tanda pada kuburannya, akan tetapi sudah tak terlihat ada bekas kuburannya. (Syeikh Abdullah bin Salamah adalah orang yang pernah ikut berperang bersama Uwais al-Qorni pada masa pemerintahan sayyidina Umar r.a.)

Meninggalnya Uwais al-Qorni telah menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak terjadi hal-hal yang amat mengherankan. Sedemikian banyaknya orang yang tak dikenal berdatangan untuk mengurus jenazah dan pemakamannya, padahal Uwais adalah seorang fakir yang tak dihiraukan orang. Sejak ia dimandikan sampai ketika jenazahnya hendak diturunkan ke dalam kubur, di situ selalu ada orang-orang yang telah siap melaksanakannya terlebih dahulu. Penduduk kota Yaman tercengang. Mereka saling bertanya-tanya : “Siapakah sebenarnya engkau wahai Uwais al-Qorni ? Bukankah Uwais yang kita kenal, hanyalah seorang fakir yang tak memiliki apa-apa, yang kerjanya hanyalah sebagai penggembala domba dan unta ? Tapi, ketika hari wafatmu, engkau telah menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tidak pernah kami kenal. Mereka datang dalam jumlah sedemikian banyaknya. Agaknya mereka adalah para malaikat yang di turunkan ke bumi, hanya untuk mengurus jenazah dan pemakamannya. Baru saat itulah penduduk Yaman mengetahuinya siapa “Uwais al-Qorni” ternyata ia tak terkenal di bumi tapi terkenal di langit.

————————————

sumber: almihrab.com


www.kebunhikmah.com

Ditulis oleh Shandy bin Ustman

Menjalin persahabatan memang susah-susah gampang. Menjadi susah jika di antara kedua belah pihak ada yang nggak ngerti apa arti seorang sahabat dalam hidupnya. Akan menjadi gampang dan sangat mengasyikkan jika kedua belah pihak begitu merasakan arti seorang sahabat dalam kehidupannya. Asal dilandasi dengan keikhlasan dan saling menghargai, persahabatan bisa berubah menjadi persaudaraan yang kuat.

Persahabatan? Hm…gak pernah kebayang dibenakku untuk menjalinnya. Gak heran, karena dari kecil sampe remaja aku gak pernah punya orang yang layak disebut sebagai “sahabat”. Arti sahabat pun buat ku jadi rancu, “Apa ada sahabat itu?”

Rutinitas yang aku jalani hampir sama seperti anak-anak lainnya: sekolah-pulang-belajar. Cuma satu yang berbeda: kalo anak lain bisa puas main sesuka mereka, maka aku harus puas bermain di rumah bersama sepupuku. Walhasil, teman-teman sekampungku pun kurang mengenalku dan canggung padaku. Terlebih kami memang bukan penduduk asli kampung itu jadi mereka pun segan berteman denganku.

Masa remaja aku lalui biasa-biasa aja. Aku masuk SMK pada waktu itu. Di sana aku mengenal banyak orang dengan berbagai karakter, tapi tak satupun yang dapat aku andalkan jadi sahabat.
Padahal, kata orang, masa remaja adalah masa persahabatan yang menyenangkan,tapi bagiku, ahh…biasa aja.

Awalnya, aku gak begitu peduli, “Mau ada temen kek, enggak kek, toh aku masih bisa menjalani hariku.” Tapi akhir-akhir ini banyak masalah yang muncul dalam pikiranku.
Hari-hariku pun diisi dengan bengong, menyendiri di kamar sambil dengerin musik.

Tiba-tiba ada keinginan untuk meluapkan semua masalah yang aku rasakan, tapi siapa? Apa masih ada orang yang mau berteman dengan orang aneh kayak aku?.

Saat itu juga aku mendengar ada lowongan menjadi penyiar radio di salah satu stasiun radio swasta yang sedang aku putar. Sejenak aku berpikir, hm…mungkin ini jalan yang Allah kasih untukku dalam perjalanan mencari sosok sahabat.
Dengan terlebih dulu minta izin pada kakekku, dan menelpon orang tuaku di Jakarta, akhirnya aku mencoba mengikuti tes penyiar itu.

Singkat cerita, akhirnya dari 20 orang peserta, aku adalah salah satu dari 2 orang yang lulus tes. Senang, bingung, takut, dan gugup campur aduk semua di hatiku. Gimana nggak? Di antara sekian penyiar cuma aku yang masih sekolah, kelas 2 SMK pula. Itu artinya aku adalah penyiar termuda disitu.

Awalnya, kesan penyiar di mataku adalah seseorang yang supel, dandy, gaul,….etc. Tapi itu semua nggak ada pada diriku. Meskipun acara yang aku bawakan cukup dapat respon dari para pendengar.
Di sini pun aku nggak nemuin sosok sahabat yang aku cari, coz masyoritas penyiarnya cewek-cewek. Bayangin aja dari 10 orang penyiar, 6 diantaranya adalah mahasisiwi, 3 mahasiswa, dan 1 pelajar SMK yakni aku.

Setahun lebih aku menjalani hari-hariku sebagai penyiar di samping sebagai pelajar.
Sedikit bangga, karena di usiaku yang masih relatif belia, aku sudah bisa jajan tanpa harus mengandalkan uang bulanan dari orang tuaku.

Pasca lulus sekolah, aku memutuskan hengkang dari radio sebab aku terpilih jadi wakil sekolah untuk dikirim ke pabrik otomotif di daerah Cikarang. Setahun aku bekerja di pabrik itu. Setelah habis masa kontrak, aku pun mencari pekerjaan lagi.
Akhirnya aku mendapatkan pekerjaan di bidang yang sama namun kali ini di kawasan Karawang.

Nah di tempat yang baru inilah pandanganku tentang sahabat mulai terbuka.
Di sini, aku mengenal seorang teman. Dia seangkatan denganku, bahkan satu bagian denganku. Umur kami terpaut satu bulan saja, aku lebih muda darinya. Azwar namanya.
Dari luar, Azwar orangnya alim, sabar, dan menyenangkan meskipun setiap orang akan merasa takut jika melihat jenggot panjang dan celana di atas mata kakinya. Tapi buatku, dia adalah sosok yang bersahaja karena dia bisa jadi pendengar yang baik. Meskipun ia mengaku gak bisa kasih solusi, tapi i’ts okay toh dia pun udah ngehargain aku dengan mendengarkan masalah ku.

Hampir setahun kami berteman. Awalnya kami selalu bersama. Semua orang pun merasa iri dengan keakraban kami. Kami pun jadi icon buat mereka.
Pertemananku dengannya berjalan mulus hampir tanpa konflik.
Kami saling memberi, saling menasehati. Aku pun banyak belajar dari dia. Di mataku, dia merupakan seorang sahabat yang paling the best. Meskipun aku tahu dia gak pernah nganggap aku sebagai sahabatnya.

Sahabatku yang dulu kukenal, akhir-akhir ini berubah. Azwar menjadi orang yang tempramental, cuek, dan senang sendiri.
Aku kira ia sedang ada masalah. Karena aku tahu, meskipun kami lumayan dekat, ia belum sepenuhnya percaya padaku untuk saling berbagi dalam bebagai hal. Sikapnya itulah yang membuatku merasa tidak dihargai sebagai sahabat.

Tapi berkat penjelasannya, aku pun mengerti. Dan aku tak pernah bertanya lagi tentang apa yang sedang ia hadapi sekarang, kecuali kalo ia yang bercerita sendiri.

Sampai suatu saat Safira (nama samaran) hadir di kehidupan kami. Dia adalah teman satu kerja kami. Kami mengenal baik dengannya. Belakangan, Safira menjadi dekat dengan kami setelah ia putus dengan pacarnya.

Awalnya, ia cuma pengen punya temen yang bisa diajak ngobrol dan sekedar sharing. Lama-lama, Safira bisa begitu dekat denganku. Nggak heran karena ia lebih sering curhat padaku ketimbang sama Azwar.

Safira pernah bilang padaku kalo ia pengen berubah. Dan untuk membantu berubah, ia butuh pembimbing. Ia memintaku untuk membantunya. Tanpa pikir panjang aku pun bersedia membantunya. Itung-itung sekalian dakwah pikirku.

Makin lama karena kami sering komunikasi, kami pun semakin dekat. Banyak gossip-gosip miring yang mampir ditelingaku. Tapi aku gak peduli dan aku pun merasa gak perlu menjelaskan pada mereka.

Tapi justru yang bikin aku kecewa adalah sikap sahabatku yang berubah drastic. Kedekatanku dengan Safira justru menjauhkan aku dengan sahabatku.

Padahal selama ini aku sudah berusaha melibatkan ia dalam setiap masalah yang dialami Safira. Aku pun gak ngerasa kalo aku menjauhi ia, tapi apa yang terjadi? Azwar malah menganggap kalo dirinya cuma jadi penghalang kedekatanku dengan Safira. Ini yang aku sesalkan dari sahabatku. Kenapa ia punya pikiran sesempit itu?

Entah apa yang dipikirkan Azwar. Apa mungkin dia cemburu atas kedekatanku dengan Safira? Ah…nggak mungkin mengingat Azwar adalah sosok yang bersahaja dan pandai bergaul.

Tapi nyatanya sikap Azwar semakin jauh dari yang kukenal. Dan anehnya, dia bersikap seperti itu hanya padaku saja. Apa sebenernya salahku?

Suatu kali, aku pernah bertanya tentang satu hal padanya. Maksudku, cuma pengen mencairkan suasana aja. Tapi sayang, tanggapannya terkesan cuek. Kalo pun menanggapi, dia menanggapinya dengan sikap yang kurang bersahabat. Jujur hal ini membuat aku sakit hati. Tak ayal hal ini memicu perang dingin antara kita.

Aku pernah meminta maaf kepadanya. Tapi dia bilang, “Gak ada apa-apa, koq…”
Kalo gak ada apa-apa kenapa begini? Pikirku.

Perang dingin masih berlangsung. Saat ini walaupun kami sedang duduk atau jalan berdua tapi kami kayak orang yang nggak saling mengenal. Terasa jauh walaupun sebenarnya kita sangat dekat.

Aku kehilangan sosok Azwar, sahabatku yang bersahaja, selalu tersenyum, sabar, lemah lembut tapi tetap tegas.

Maafkan aku, sahabatku. Andaikata aku berbuat khilaf padamu dan kau sungkan berterus terang padaku, satu hal yang harus kau ingat:

Aku nggak pernah berharap menjadi orang terpenting dalam hidupmu. Itu terlalu berlebihan. Aku cuma pengen suatu hari nanti jika kamu mendengar namaku, kamu akan tersenyum dan berkata, “ITU SAHABATKU.”

sumber: http://majalah-elfata.com

Pemuda Arab vs Pendeta

dikutip dari : http://nuraiman.wordpress.com/2008/03/24/pemuda-arab-islam-vs-pendetasungguh-menarik-kisah-ini/

Pemuda Arab Islam VS Pendeta

Kisah Benar Pemuda Arab Belajar di Amerika

Ada seorang pemuda arab yang baru saja menyelesaikan bangku
kuliahnya di Amerika. Pemuda ini adalah salah seorang yang diberi nikmat
oleh Allah berupa pendidikan agama Islam bahkan ia mampu mendalaminya.
Selain belajar, ia juga seorang juru dakwah Islam. Ketika berada di
Amerika, ia berkenalan dengan salah seorang Nasrani. Hubungan mereka
semakin akrab, dengan harapan semoga Allah SWT memberinya hidayah masuk
Islam.

Pada suatu hari mereka berdua berjalan-jalan di sebuah perkampungan
di Amerika dan melintas di dekat sebuah gereja yang terdapat di kampong
tersebut. Temannya itu meminta agar ia turut masuk ke dalam gereja. Mula
-mula ia keberatan, namun karena desakan akhirnya pemuda itu pun memenuhi
permintaannya lalu ikut masuk ke dalam gereja dan duduk di salah satu
bangku dengan hening, sebagaimana kebiasaan mereka. Ketika pendeta masuk,
mereka serentak berdiri untuk memberikan penghormatan lantas kembali
duduk.

Di saat itu, si pendeta agak terbeliak ketika melihat kepada para
hadirin dan berkata, “Di tengah kita ada seorang muslim. Aku harap ia
keluar dari sini.” Pemuda arab itu tidak bergerak dari tempatnya. Pendeta
tersebut mengucapkan perkataan itu berkali-kali, namun ia tetap tidak
bergerak dari tempatnya. Hingga akhirnya pendeta itu berkata, “Aku minta
ia keluar dari sini dan aku menjamin keselamatannya. ” Barulah pemuda ini
beranjak keluar.

Di ambang pintu, pemuda bertanya kepada sang pendeta, “Bagaimana
anda tahu bahwa saya seorang muslim.” Pendeta itu menjawab, “Dari tanda
yang terdapat di wajahmu.” Kemudian ia beranjak hendak keluar. Namun,
pendeta ingin memanfaatkan keberadaan pemuda ini dengan mengajukan
beberapa pertanyaan, tujuannya untuk memalukan pemuda tersebut dan
sekaligus
mengukuhkan agamanya. Pemuda muslim itupun menerima tentangan debat
tersebut.

Pendeta berkata, “Aku akan mengajukan kepada anda 22 pertanyaan dan
anda harus menjawabnya dengan tepat.”Si pemuda tersenyum dan berkata,
“Silakan!
Sang pendeta pun mulai bertanya, “Sebutkan satu yang tiada duanya,
dua yang tiada tiganya, tiga yang tiada empatnya, empat yang tiada
limanya, lima yang tiada enamnya, enam yang tiada tujuhnya, tujuh yang
tiada delapannya, delapan yang tiada sembilannya, sembilan yang tiada
sepuluhnya, sesuatu yang tidak lebih dari sepuluh, sebelas yang tiada dua
belasnya, dua belas yang tiada tiga belasnya, tiga belas yang tiada empat
belasnya. Sebutkan sesuatu yang dapat bernafas namun tidak mempunyai ruh!
Apa yang dimaksud dengan kuburan berjalan membawa isinya? Siapakah yang
berdusta namun masuk ke dalam surga? Sebutkan sesuatu yang diciptakan
Allah namun Dia tidak menyukainya? Sebutkan sesuatu yang diciptakan Allah
dengan tanpa ayah dan ibu! Siapakah yang tercipta dari api, siapakah yang
diadzab dengan api dan siapakah yang terpelihara dari api? Siapakah yang
tercipta dari batu, siapakah yang diadzab dengan batu dan siapakah yang
terpelihara dari batu? Sebutkan sesuatu yang diciptakan Allah dan dianggap
besar! Pohon apakah yang mempunyai 12 ranting, setiap ranting mempunyai 30
daun, setiap daun mempunyai 5 buah, 3 di bawah naungan dan dua di bawah
sinaran matahari?”
Mendengar pertanyaan tersebut, pemuda itu tersenyum dengan keyakinan
kepada Allah. Setelah membaca bismalah ia berkata,

-Satu yang tiada duanya ialah Allah SWT.

-Dua yang tiada tiganya ialah Malam dan Siang. Allah SWT berfirman,
“Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda (kebesaran kami).”
(Al-Isra’: 12).

-Tiga yang tiada empatnya adalah kesilapan yang dilakukan Nabi Musa
ketika Khidir menenggelamkan sampan, membunuh seorang anak kecil dan
ketika menegakkan kembali dinding yang hampir roboh.

-Empat yang tiada limanya adalah Taurat, Injil, Zabur dan al-Qur’an.

-Lima yang tiada enamnya ialah Solat lima waktu.

-Enam yang tiada tujuhnya ialah jumlah Hari ketika Allah SWT
menciptakan makhluk.

-Tujuh yang tiada delapannya ialah Langit yang tujuh lapis. Allah
SWT berfirman, “Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu
sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Rabb Yang Maha Pemurah sesuatu yang
tidak seimbang.” (Al-Mulk: 3).

-Delapan yang tiada sembilannya ialah Malaikat pemikul Arsy
ar-Rahman. Allah SWT berfirman, “Dan malaikat-malaikat berada di
penjuru-penjuru langit. Dan pada hari itu delapan orang malaikat
men-junjung ‘Arsy Rabbmu di atas (kepala) mereka.” (Al-Haqah: 17).

-Sembilan yang tiada sepuluhnya adalah mu’jizat yang diberikan
kepada Nabi Musa yaitu: tongkat, tangan yang bercahaya, angin topan, musim
paceklik, katak, darah, kutu dan belalang.*

-Sesuatu yang tidak lebih dari sepuluh ialah Kebaikan. Allah SWT
berfirman, “Barang siapa yang berbuat kebaikan maka untuknya sepuluh kali
lipat.” (Al-An’am: 160).

-Sebelas yang tiada dua belasnya ialah jumlah Saudara-Saudara Nabi
Yusuf ..

-Dua belas yang tiada tiga belasnya ialah Mu’jizat Nabi Musa yang
terdapat dalam firman Allah, “Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk
kaumnya, lalu Kami berfirman, ‘Pukullah batu itu dengan tongkatmu.’ Lalu
memancarlah daripadanya dua belas mata air.” (Al-Baqarah: 60).

-Tiga belas yang tiada empat belasnya ialah jumlah Saudara Nabi
Yusuf ditambah dengan ayah dan ibunya.

-Adapun sesuatu yang bernafas namun tidak mempunyai ruh adalah waktu
Subuh. Allah SWT ber-firman, “Dan waktu subuh apabila fajarnya mulai
menyingsing.” (At-Takwir: 18).

-Kuburan yang membawa isinya adalah Ikan yang menelan Nabi Yunus AS.

-Mereka yang berdusta namun masuk ke dalam syurga adalah
saudara-saudara Nabi Yusuf , yakni ketika mereka berkata kepada ayahnya,
“Wahai ayah kami, sesungguhnya kami pergi berlumba-lumba dan kami
tinggalkan Yusuf di dekat barang-barang kami, lalu dia dimakan serigala.”
Setelah kedustaan terungkap, Yusuf berkata kepada mereka, ” tak ada
cercaan terhadap kamu semua.” Dan ayah mereka Ya’qub berkata, “Aku akan
memohonkan ampun bagimu kepada Rabbku. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Yusuf:98)

-Sesuatu yang diciptakan Allah namun tidak Dia sukai adalah suara
Keledai. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya sejelek-jelek suara adalah
suara keledai.” (Luqman: 19).

-Makhluk yang diciptakan Allah tanpa bapa dan ibu adalah Nabi Adam,
Malaikat, Unta Nabi Shalih dan Kambing Nabi Ibrahim.

-Makhluk yang diciptakan dari api adalah Iblis, yang diadzab dengan
api ialah Abu Jahal dan yang terpelihara dari api adalah Nabi Ibrahim.
Allah SWT berfirman, “Wahai api dinginlah dan selamatkan Ibrahim.”
(Al-Anbiya’: 69).

-Makhluk yang terbuat dari batu adalah Unta Nabi Shalih, yang
diadzab dengan batu adalah tentara bergajah dan yang terpelihara dari batu
adalah Ash-habul Kahfi (penghuni gua).

-Sesuatu yang diciptakan Allah dan dianggap perkara besar adalah
Tipu Daya wanita, sebagaimana firman Allah SWT? “Sesungguhnya tipu daya
kaum wanita itu sangatlah besar.” (Yusuf: 28).

-Adapun pohon yang memiliki 12 ranting setiap ranting mempunyai 30
daun, setiap daun mempunyai 5 buah, 3 di bawah teduhan dan dua di bawah
sinaran matahari maknanya: Pohon adalah Tahun, Ranting adalah Bulan, Daun
adalah Hari dan Buahnya adalah Solat yang lima waktu, Tiga dikerjakan di
malam hari dan Dua di siang hari.

Pendeta dan para hadirin merasa takjub mendengar jawapan pemuda
muslim tersebut. Kemudian ia pun mula hendak pergi. Namun ia mengurungkan
niatnya dan meminta kepada pendeta agar menjawab satu pertanyaan saja.
Permintaan ini disetujui oleh pendeta. Pemuda ini berkata, “Apakah kunci
surga itu?” mendengar pertanyaan itu lidah pendeta menjadi kelu, hatinya
diselimuti keraguan dan rupa wajahnya pun berubah. Ia berusaha
menyembunyikan kekuatirannya, namun tidak berhasil.
Orang-orang yang hadir di gereja itu terus mendesaknya agar menjawab
pertanyaan tersebut, namun ia cuba mengelak. Mereka berkata, “Anda telah
melontarkan 22 pertanyaan kepadanya dan semuanya ia jawab, sementara ia
hanya memberi cuma satu pertanyaan namun anda tidak mampu menjawabnya!”
Pendeta tersebut berkata, “Sesungguh aku tahu jawapan nya, namun aku takut
kalian marah.” Mereka menjawab, “Kami akan jamin keselamatan anda.
” Pendeta pun berkata, “Jawabannya ialah: Asyhadu An La Ilaha
Illallah Wa Aasyhadu Anna Muhammadar Rasulullah.”

Lantas pendeta dan orang-orang yang hadir di gereja itu terus
memeluk agama Islam. Sungguh Allah telah menganugerahkan kebaikan dan
menjaga mereka dengan Islam melalui tangan seorang pemuda muslim yang
bertakwa.**

ket:

* Penulis tidak menyebutkan yang kesembilan (pent.)
** Kisah nyata ini diambil dari Mausu’ah al-Qishash al-Waqi’ah

Wassallam

Ada Artikel bagus nih, saya ambil dari blog nya Bang Zul, sutradara film Sang Murabbi..

Silakan menikmati..

Sabtu, 31 Mei 2008
Astaghfirullah! Menulis judulnya saja sebenarnya saya sudah nggak mau. Tapi, ini memang ceritera yang pernah diceriterakan oleh Almarhum Ustadz Rahmat Abdullah Allahuyarham, di berbagai kesempatan saat mengisi dauroh. Teringat akan ceritera ini, saya pun memutuskan untuk memasukkannya ke dalam dialog pada adegan terakhir sebelum beliau wafat.

Adegannya begini :
Saat Ustadz Rahmat Abdullah menaiki tangga gedung Kindo, beliau bertemu dengan seseorang (diperankan oleh sahabat saya, yang sudah mewanti-wanti untuk tidak disebutkan namanya sebelum film ini jadi. “Takut ngetop!” katanya bercanda). Seseorang itu curhat pada Ustadz Rahmat.

Seseorang :
Ustadz, gimana nih? Teman-teman udah pada kendor semangatnya. Kalau kita ketemu nggak pernah ngomongin pengajian lagi. Yang diomongin soal ekonomi… politik… Gimana dong, tadz?!

Ustadz Rahmat :
Akhi, antum mesti sabar dan ikhlas. Antum tahu monyet?

Seseorang :
Ya, tahu Ustadz. Tapi bukan ane kan monyetnya?

Ustadz Rahmat :
(Tersenyum) Ada ceritera, seekor monyet nangkring di pucuk pohon kelapa. Dia nggak sadar lagi diintip sama tiga angin gede. Angin Topan, Tornado sama Bahorok. Tiga angin itu rupanya pada ngomongin, siapa yang bisa paling cepet jatuhin si monyet dari pohon kelapa. Angin Topan bilang, dia cuma perlu waktu 45 detik. Angin Tornado nggak mau kalah, 30 detik. Angin Bahorok senyum ngeledek, 15 detik juga jatuh tuh monyet. Akhirnya satu persatu ketiga angin itu maju. Angin Topan duluan, dia tiup sekenceng-kencengnya, Wuuusss…. Merasa ada angin gede datang, si monyet langsung megang batang pohon kelapa. Dia pegang sekuat-kuatmya. Beberapa menit lewat, nggak jatuh-jatuh tuh monyet. Angin Topan pun nyerah. Giliran Angin Tornado. Wuuusss… Wuuusss… Dia tiup sekenceng-kencengnya. Ngga jatuh juga tuh monyet. Angin Tornado nyerah. Terakhir, angin Bahorok. Lebih kenceng lagi dia tiup. Wuuuss… Wuuuss… Wuuuss… Si monyet malah makin kenceng pegangannya. Nggak jatuh-jatuh. Ketiga angin gede itu akhirnya ngakuin, si monyet memang jagoan. Tangguh. Daya tahannya luar biasa.

Ngga lama, datang angin Sepoi-Sepoi. Dia bilang mau ikutan jatuhin si monyet. Diketawain sama tiga angin itu. Yang gede aja nggak bisa, apalagi yang kecil. Nggak banyak omong, angin Sepoi-Sepoi langsung niup ubun-ubun si monyet. Psssss… Enak banget. Adem… Seger… Riyep-riyep matanya si monyet. Nggak lama ketiduran dia. Lepas pegangannya. Jatuh tuh si monyet.

Nah, akhi. Tantangan dakwah seperti itu. Diuji dengan kesusahan… Dicoba dengan penderitaan… Insya Allah, kita kuat. Tapi jika diuji oleh Allah dengan kenikmatan, ini yang kita mesti hati-hati. Antum mesti sabar… ikhlas… Ingetin terus temen-temen antum, jangan seperti monyet…

Cerita: Apple tree

Suatu ketika, hiduplah sebatang pohon apel besar dan anak lelaki yang senang bermain-main di bawah pohon apel itu setiap hari. Ia senang memanjatnya hingga ke pucuk pohon, memakan buahnya, tidur-tiduran di keteduhan rindang daun-daunnya. Anak lelaki itu sangat mencintai pohon apel itu. Demikian pula pohon apel sangat mencintai anak kecil itu.

Waktu terus berlalu. Anak lelaki itu kini telah tumbuh besar dan tidak lagi bermain-main dengan pohon apel itu setiap harinya. Suatu hari ia mendatangi pohon apel. Wajahnya tampak sedih. “Ayo ke sini bermain-main lagi denganku,” pinta pohon apel itu. “Aku bukan anak kecil yang bermain-main dengan pohon lagi,” jawab anak lelaki itu. “Aku ingin sekali memiliki mainan, tapi aku tak punya uang untuk membelinya.” Pohon apel itu menyahut, “Duh, maaf aku pun tak punya uang… tetapi kau boleh mengambil semua buah apelku dan menjualnya. Kau bisa mendapatkan uang untuk membeli mainan kegemaranmu.” Anak lelaki itu sangat senang. Ia lalu memetik semua buah apel yang ada di pohon dan pergi dengan penuh suka cita. Namun, setelah itu anak lelaki tak pernah datang lagi. Pohon apel itu kembali sedih.

Suatu hari anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel sangat senang melihatnya datang. “Ayo bermain-main denganku lagi,” kata pohon apel. “Aku tak punya waktu,” jawab anak lelaki itu. “Aku harus bekerja untuk keluargaku. Kami membutuhkan rumah untuk tempat tinggal. Maukah kau menolongku?” “Duh, maaf aku pun tak memiliki rumah. Tapi kau boleh menebang semua dahan rantingku untuk membangun rumahmu,” kata pohon apel. Kemudian anak lelaki itu menebang semua dahan dan ranting pohon apel itu dan pergi dengan gembira. Pohon apel itu juga merasa bahagia melihat anak lelaki itu senang, tapi anak lelaki itu tak pernah kembali lagi. Pohon apel itu merasa kesepian dan sedih.

Pada suatu musim panas, anak lelaki itu datang lagi. Baca lebih lanjut

Kisah Seekor Kelinci

Seekor kelinci sedang duduk santai di tepi pantai, Tiba tiba datang se-ekor rubah jantan besar yang hendak memangsanya, Lalu kelinci itu berkata:

“Kalau memang kamu berani, hayo kita berkelahi di dalam lubang kelinci, Yang kalah akan jadi santapan
yang menang, dan saya yakin saya akan menang.”

Sang Rubah jantan merasa tertantang, “dimanapun jadi, Masa sih kelinci bisa menang melawan aku?” Merekapun masuk ke dalam sarang kelinci, Sepuluh menit kemudian sang kelinci keluar sambil menggenggam Setangkai paha rubah dan melahapnya dengan nikmat.

Sang Kelinci kembali bersantai, Sambil memakai kaca mata hitam dan topi pantai Tiba tiba datang se-ekor serigala besar yang hendak memangsanya, Lalu kelinci berkata :

“Kalau memang kamu berani, hayo kita berkelahi di dalam lubang kelinci, Yang kalah akan jadi
santapan yang menang, dan saya yakin saya akan menang. Sang serigala merasa tertantang, “dimanapun
jadi, Masa sih kelinci bisa menang melawan aku?”

Merekapun masuk ke dalam sarang kelinci, Lima belas menit kemudian sang kelinci keluar sambil menggenggam Setangkai paha serigala dan melahapnya dengan nikmat.

Sang kelinci kembali bersantai, Sambil memasang payung pantai dan merebahkan diri diatas pasir, Tiba tiba datang seekor beruang besar yang hendak memangsanya, Lalu kelinci berkata:

“Kalau memang kamu berani, hayo kita berkelahi di dalam lubang kelinci, Yang kalah akan jadi santapan yang menang, dan saya yakin saya akan menang.

Sang Beruang merasa tertantang, “dimanapun jadi, Masa sih kelinci bisa menang melawan aku?”

Merekapun masuk ke dalam sarang kelinci, Tiga puluh menit kemudian sang kelinci keluar sambil menggenggam Setangkai paha Beruang dan melahapnya dengan nikmat. Baca lebih lanjut

Di sebuah ladang terdapat sebongkah kayu yang amat besar. Dan seorang petani tua selama bertahun-tahun membajak tanah yang ada di sekeliling batu besar itu. Sudah cukup banyak mata bajak yang pecah gara-gara membajak di sekitar batu itu.Padi-padi yang ditanam di sekitar batu itu pun tumbuh tidak baik.

Hari ini mata bajaknya pecah lagi. Ia lalu memikirkan bahwa semua kesulitan yang dialaminya disebabkan oleh batu besar ini. Lalu ia memutuskan untuk melakukan sesuatu pada batu itu.

Lalu ia mengambil linggis dan memulai menggali lubang di bawah batu.Betapa terkejutnya ia ketika mengetahui bahwa batu itu hanya setebal sekitar 6 inchi saja. Sebenarnya batu itu bisa dengan mudah dipecahkan dengan palu biasa. Kemudian ia lalu menghancurkan batu itu sambil tersenyum gembita. Ia teringat bahwa semua kesulitan yang dialaminyaselama bertahun-tahun oleh batu itu ternyata bisa diatasinya dengan mudah dan cepat.

Renungan!!!

Kita selalu ditakuti oleh bayangan, seolah permasalahan yang kita hadapitampak besar, padahal ketika kita maumelakukan sesuatu, persoalan itu mudah sekali diatasi. Maka, atasi persoalan Anda sekarang. Karena belum tentu sebesar yang Anda takutkan dan belum tentu sesulit yang Anda bayangkan.